Iya saya dua puluh tiga.
Lulusan SMA dua ribu enam.
Kuliah di surabaya hingga dua ribu delapan.
Kemudian pindah ke Jakarta.
Untuk alasan meniti masa depan.

Ya saya dua puluh tiga.
Selalu bermasalah dengan kulit wajah.
Entah kenapa jerawat dan kawan-kawan selalu setia.
Meskipun usaha sudah lebih dari usaha.

Ya saya dua puluh tiga.
Duluuuu banget saya sempat dipuja.
Pintar, rajin beribadah, bisa jadi ketua.
Belum lagi jadi penyiar di usia muda.
Kurang muda apa?
Usia lima belas suara saya sudah didengar seantero kota.
Hati mana bisa bohong kalau mau bangga?

Ya saya dua puluh tiga.
Sampai sekarang saya masih kuliah.
(Saya pasti akan memakai toga bulan dua belas nanti.)
Malangnya saya iri dengan banyak teman seperjuangan.
Sebagian sudah sukses, sebagian mulai sukses.
Sebagian belum jadi apa-apa.
Dan saya tetap iri.

Ya saya dua puluh tiga.
Hari ini saya ingin menurunkan kecepatan berencana, sekaligus usaha.
Capek.
Ini bukan keluhan.
Ini hanya penggantian rencana dan strategi.
Dari pengalaman yang tercipta.

Ya saya dua puluh tiga.
Belum.
Masih dua puluh tiga.
Kalau kata teman, pasti mimpi akan terwujud.
Suatu hari
Entah dua empat.
Dua lima.
Atau dua tujuh.

Ya saya dua puluh tiga.
Besok adalah pencarian terakhir saya.
Untuk sementara.
Rencana selanjutnya adalah, melakukan apapun, demi toga.
Toga di penghujung dua ribu sebelas.
Selalu dengan iringan doa.
Dan sebuah kata “semoga”.