Pintu Merah
Halo halo… Selamat datang di hari ketiga bersama tugas baru.
Ini surat untuk kalian. π
Disclaimer : surat untuk teman PIntu Merah. Untuk teman-teman lain mungkin agak kebingungan, tapi gue sedang ingin bercerita pada mereka. πΒ
Apa kabar kalian? Tetap asyik?
Tugas baru ini cukup menyenangkan. Meskipun ada juga yang agak menyusahkan. Apaa saja? Kita mulai dari yang susah dulu.
Pertama, tak seperti sebelumnya, gue lebih harus ‘perkasa’ di sini. Tak ada lagi liputan yang dekat. Adanya, jauh-jauh semua. Contoh : hari pertama langsung bawa motor dari Tomang ke Cengkareng. Rute yang tidak pernah gue bayangkan suatu hari akan gue tempuh, dengan mengendarai MOTOR. Sebenarnya, jangankan bawa motor, ke sana aja, gue amit-amit.
Sepanjang perjalanan, hanya ada satu pikiran yang melintas di kepala, yakni perkataan Gadi. “Rasakan bawa motor di Tanjung Priuk, dengan pemandangan roda truk di sampingmu”.Β
Yes. Pengalaman yang sungguh menakutkan.
Apalagi, hari kedua, gue kembali menempuh rute yang sama. Hanya saja, kali ini ada tambahan. Ke Duri Kosambi, dilanjutkan dengan Kamal. Tidak hanya bertarung dengan panas matahari, roda buldozer, ditambah ketakutan berlebih, gue juga harus bertahan dengan otak pengingat jalan yang pas-pasan. Alhasil, gue bertanya kepada lebih dari 10 tukang ojek untuk mencapai 3 titik itu. Tentu, dengan satu dua kali kesalahan rute. Dua hari pun habis dengan kerja 9 to 9.
Fiuh.
Beruntung dua hari tadi sudah berlalu. Gue buru-buru kerjain tugas berat dulu dalam dua hari tadi. Tujuannya, tentu supaya hari ini lebih lowong. Hasilnya, hari ini gue tidak ke Cengkareng lagi, tapi hanya ke daerah Puri, bertandang ke kantor Walikota Jakarta Barat. Lumayan lah yah….. π
Itu aja sih yang susah. Sekarang mari kita bergeser ke yang menyenangkan.
Pertama, seperti di pintu merah, tempat mangkal baru gue ini juga punya jajanan enak. Menunya yakni siomay, bakso, es tong-tong, dan warung Bu De.Β Jadi, tidak perlu kelaparan atau kesepian (tanpa makanan).
Kedua, colokan. Tidak seperti di pintu merah yang bebas aliran listrik, tempat mangkal kita, yakni warung Bu De tadi, menyediakan colokan dengan 4 tempat. Berhubung power bank gue yang bisa mencolok 2 hp itu sedang mengalami gangguan, kehadiran tempat colokan di pos baru tentu SANGAT membantu. π
Ketiga, teman-teman. Nah, seperti di pintu merah, gue juga mulai mendapatkan teman-teman asyik di sini. Bedanya, gue butuh waktu 1 minggu atau lebih untuk dekat dengan kalian. Sementara di sini, semua bisa dilakukan dalam sehari. Bukan kenapa-kenapa, mereka memang ramah kepada anak baru, dan tidak terkotak-kotak. Cara kerja dan gaya berteman mereka juga mirip kalian. Suka tolong menolong, santai, dan ‘jujur’. Senang. π
Keempat, perihal cici. Ternyata, sebutan itu tidak hanya berlaku di pintu merah. Tadi, sewaktu mampir ke pengecer gas elpiji, teman liputan berkata, “pasti mereka pikir lo cici-ciciΒ yang mau jadi pengecer elpiji…”. Haha.
Terakhir, gue masih merindukan pintu merah. Asal tahu saja, malam saat gue menerima email kepindahan, gue sedih berdrama. Apalagi, tiba-tiba kalian mengirimkan BBM dengan pesan yang kurang lebih sama, “Ci, pindah desk yah? :(“.Β Begitu menerima BBM itu, gue sedih bukan kepalang. Tapi gue tahu, semua hal baru pasti akan mendatangkan sesuatu yang beda. Jadi gue tidak boleh sedih dan harus kuat! Agaknya alam sepakat. Gue diberikan berkat-berkat menyenangkan seperti yang diceritakan di atas tadi. π
Di balik semua cerita, perbedaan paling besar adalah, 3 hari ini masih berjalan lambat. Tidak seperti waktu di pintu merah. Mungkin gue masih berada di fase adaptasi. Semoga saja beberapa hari atau minggu lagi 24 jam bisa berjalan seperti 24 jam sebelumnya.
Hari terakhir, Kemenpora, Sabtu, 2 Februari
Jadi, kapan kita kumpul lagi di FX?
Teruntuk, Monalisa, Imelda, Kiki, Gadi, dan Mas Diar. π