Guangzhou, yang Terlalu Singkat
Sekarang Guangzhou lagi panas-panasnya. Cuaca berkisar antara 33-35 derajat celcius (Jakarta sekitar 31-32 derajat). Untuk orang Indonesia kayak kita begini, panasnya Guangzhou sebenarnya nggak seberapa. Cuma yang bikin kurang asyik, panas di sini tidak berangin. Berhubung setiap hari di sini kita pasti jalan kaki, panas matahari ditambah hawa panas tanpa angin lumayan bikin sewot.
Empat bulan lalu, tepatnya bulan Maret, cuaca Guangzhou sungguh berbeda. Suhu waktu itu sekitar 8-10 derajat. Lagi-lagi, untuk orang Indonesia kayak kita begini, menetap di negara dengan iklim begini cukup bikin syok. Di kamar kedinginan, di luar apalagi. Bangun tidur, ke kampus, ke rumah makan, pulang lagi ke asrama, selalu kedinginan. Sempat satu waktu, saya berpikir “Duh kapan bisa keringetan kalau begini terus?”. Ajaibnya, pikiran ini datang waktu saya lagi main bulutangkis bareng teman-teman Indonesia, yang mana saya udah main lebih dari satu jam dan belum juga keringetan.
Terlalu banyak cerita dalam empat bulan ini yang ingin saya simpan di sini. Saking banyaknya, bingung harus mulai dari mana. Yang jelas, terkait dengan kegiatan menulis, cuma sesekali saya bisa bercerita di sini karena situs wordpress yang tidak bisa diakses dengan bebas. Alhasil, saya sering ketak-ketik aja di Word atau notes di handphone, dan tersimpan rapi aja di sana.
Tapi, berhubung kemarin, 29 Juni, adalah hari kelulusan yang menandakan proses sekolah saya resmi berakhir, kayaknya saya kudu bercerita di sini. Mumpung momen dan memorinya masih sangat melekat di ingatan!
Teman Indonesia
Di sini, saya ketemu lagi dengan puluhan teman baru dari Indonesia. Sebagian datang bareng saya bulan Maret lalu, sebagian lagi sudah di sini dari tahun lalu. Usianya macem-macem. Tapi sebagian besar baru lulus kuliah. Yang seumuran, cuma 1 orang (ia bahkan setahun lebih muda!).
Layaknya pertemanan pada umumnya, apalagi dengan teman baru, ada aja konflik-konflik yang terjadi. Konflik kecil aja sih, nggak ada yang sampe musuh-musuhan apalagi baku hantam. Karena itu juga, kalau dikenang-kenang lagi, kayaknya bakal tetap jadi memori yang lucu.
Masing-masing dari kita punya jadwal kelas yang beda. Jadi, ketika sekolah sudah efektif berjalan, kita jarang ngumpul lagi. Apalagi ada yang juga sudah akrab dengan teman kelas masing-masing. Paling kalau berpapasan di pelataran asrama, ada yang ngobrol. Atau yang kamarnya sebelahan, bisa ngobrol sampai jam 2 pagi. Kalau papasan di kampus, ya ngajak makan bareng di kantin. Kalau nggak pas jamnya, ya makan sendiri-sendiri. Kalau lapar tengah malam, ya saling ngajakin ke McD. Oh iya, kalau udah musim ujian, semuanya juga giat belajar! Termasuk dua orang di bawah ini (yang kabarnya waktu kuliah dulu nggak pernah serajin di sini).
Beberapa hari lalu, kita semua ngumpul lagi untuk makan malam. Kalau empat bulan lalu kita kelimpungan pesen makanan karena nggak bisa baca menu, malam itu kita sudah cukup menguasai buku menu. Alhasil, makanan yang dipesan pun sudah tepat, nggak asal nunjuk lagi. Setelah itu, dilanjutkan dengan karaoke bersama sampai jam 4 pagi. Selera lagu pun macem-macem, ada yang lagu Mandarin, ada yang lagu Inggris, ada yang lagu tua, ada pula teman Cina yang nyanyi lagu Mandarin,
ada juga yang nyanyi nggak berhenti-berhenti… Haha.
Ah I am so gonna miss all these guys!
Teman kelas
Salah satu keuntungan bersekolah di negara lain adalah kesempatan yang lebih besar untuk bertemu dan berinteraksi dengan teman dari negara lain. Dari asal negaranya, yang mendominasi di kelas saya adalah murid Indonesia dan Korea. Menyusul di posisi berikutnya : Thailand, Rusia, Inggris, Amerika, Jepang, Perancis, Madagaskar,
Ulang tahun teman kelas.
Latar belakang pendidikan juga beragam. Ada yang baru lulus SMA, ada yang baru lulus kuliah, ada yang ikut program pertukaran pelajara, ada yang sudah kerja, ada yang sambil kerja, ada juga yang sambil mengisi waktu sebagai ibu rumah tangga. Dengan keanekaragaman ini, banyak banget cerita yang bisa ditukar kalau kita lagi ngobrol. Berhubung kita ada di kelas Mandarin, kami pun sudah sadar untuk lebih banyak berkomunikasi dalam bahasa Mandarin, bukan Inggris. Yang bikin seneng, pernah sepersekian detik saya membatin sambil tersenyum karena nggak pernah menyangka juga kalau suatu hari saya bisa ngobrol sampe ketawa-ketawa, dalam bahasa Mandarin. =)
Satu atau dua bulan pertama, kita cuma ketemu di kelas. Tapi 2 bulan terakhir, kita mulai sering ngumpul bareng. Pertama, makan-makan karena ada satu teman Korea yang berhenti sekolah karena sudah diterima kerja. Kemudian menyusul makan-makan lain dengan agenda : ulang tahun, perayaan selesai ujian, atau makan-makan karena pengen makan bareng aja. Satu bulan terakhir, hampir setiap minggu kita makan bareng. Kali ini untuk cobain makanan dari tiap-tiap negara di tempat kita. Karena cukup beragam, kita cuma sempet makan di restoran Korea, Jepang, Thailand, dan tentunya Indonesia. Apa menu favorit restoran Indonesia? Nasi goreng, mie goreng, tahu telor!
Guru
Oh yah, saya belum mengenalkan program studi yang saya ambil. Sejak bulan Maret, saya ambil program School of Chinese as a Second Language di Sun Yat Sen University. Pilihan ini saya ambil atas rekomendasi kenalan saya yang juga warga lokal. Menurut yang bersangkutan, kampus ini adalah salah satu yang terbaik di Cina. Waktu itu, berhubung saya tidak punya bayangan sama sekali tentang sekolah di negara ini, saya percaya saja. Dan, sampai hari terakhir kemarin di acara perpisahan, saya sungguh tidak menyesal bisa bersekolah di sini. Kenapa?
Menurut saya pribadi, kualitas mengajar guru di sini sangat oke. Untuk tiga pelajaran; reading, speaking, listening, kami mendapatkan 4 guru, dengan formasi 1 wali kelas dan 3 guru. Pelajaran reading yang paling utama, diajarkan oleh 2 orang guru. Sepertinya saya pernah cerita, kalau dulu saya sungguh tidak tertarik untuk belajar Mandarin. Tapi, dalam 4 bulan ini, saya mulai bisa mengerti kenapa orang suka belajar Mandarin, karena saya juga mulai berada di posisi yang sama. Sebagian besar perubahan ini, terjadi karena guru saya.
Mereka punya cara mengajar yang sangat menarik. Tidak ada guru yang pernah telat barang satu menit pun. Latihan yang diberikan juga bervariasi. Kalau murid-murid tampak lelah dan mengantuk, mereka juga nggak segan nawarin kita main games, tapi tentunya setelah materi pelajaran sudah diberikan. Di penghujung pelajaran, guru selalu mengatakan kalimat yang kalau diterjemahkan ke bahasa Inggris “Thanks class for your hardwork”. Dan tiap dengar ini, saya jadi adem. Seneng aja rasanya diberikan apresiasi seperti ini, walaupun dalam sepenggal kalimat aja.
Baris paling bawah (kecuali cowok, adalah guru-guru kece yang saya maksudkan).
Cenderamata bikinan sendiri oleh salah satu guru. Buat perpisahan, katanya. =’)
Kota
Yang pernah baca beberapa tulisan sebelumnya mungkin sudah bosan melihat saya sering memuji taman dan fasilitas umum di sini. Selain teman-teman, hal lain yang bikin betah di sini adalah lingkungan kampus. Makanya saya sering sempet-sempetin waktu untuk lari pagi/malam, atau jalan-jalan aja untuk foto-foto. Areal kampus juga gede banget, timur, barat, utara, selatan. Ujung ke ujung (yang tentu saja petanya tidak mam saya ingat).
Jadi, nggak heran juga kalau kampus ini jadi salah satu kampus dengan lingkungan dan pemandangan terbaik, seantero Cina. Makanya, tiap weekend (atau bahkan tiap hari), banyak orang luar yang ke kampus untuk sekedar foto-foto.
Dengan ini, tuntas sudah perjalanan saya di negeri tirai bambu. Pepatah “kejarlah ilmu sampai ke negeri Cina”, kesenangan almarhum Papa melihat saya bisa berhasa Mandarin, pun sudah saya genapkan. Satu semester yang menyusut jadi 4 bulan memang terlalu singkat. Tapi, ya begitulah perjalanan. Selalu ada awal dan akhir, seperti halnya perjalanan di Cina.
Yang jelas, saya nggak tau akan butuh berapa lama untuk nggak kangen dengan kota ini sepulangnya saya ke Indonesia. Karena empat bulan ini meninggalkan terlalu banyak cerita.
Mudah-mudahan, nggak terlalu lama!
Gara
Saya yakin kenangannya pasti sudah membekas banget, Mbak. Saya saja yang dua minggu kursus bahasa Inggris dulu, saat berpisah juga kami semua merasa berat padahal ketemunya cuma beberapa jam saja dan itu pun tidak sampai sedekat ini, ini empat bulan, jadi saat berpisah pastinya berat sekali :hehe. Tapi saya harap semoga semua kenangannya adalah kenangan yang indah, semoga persaudaraan kalian tetap bertahan sampai selamanya meski tidak lagi ada di tempat yang sama :)). Terima kasih sudah berbagi, dan semoga sukses!
rizzaumami
Semakin banyak kenalan, hidup semakin tenang, tapi seperti itu, kadang harus memaksa diri untuk kuat hanya karena perpisahan sesaat. Semoga bisa jumpa lagi 🙂
Arman
pasti kangen ya kalo udah berbulan2 disana.. udah punya banyak temen pula… 🙂
nyonyasepatu
udah kayak di Medan ya cuacanya, puanassss
Calistia Evelyn
Kerennn cee!!
Deg-Degan Nggak Sih? | vinnydubidu's
[…] berikutnya terjadi di pertengahan tahun. Cina, negara yang tidak pernah menjadi target saya untuk belajar, akhirnya menjadi atap saya selama […]