All Vinny  

The Perks of “Be It”

You know it’s disturbing. You know it’s a little annoying. You know it’s upsetting. Yet you be it. Because you (think you) have to. 

Beberapa orang bilang, hidup nggak seindah yang dibayangkan. Sama halnya dengan kerja nggak sebebas yang diimpikan. Sama halnya dengan pacaran nggak seromantis yang dibayangkan. Atau pernikahan nggak sesempurna yang diceritakan.

Semakin banyak berjumpa dengan orang, semakin bertambah referensi seseorang tentang hidup. Hal-hal yang dulunya semasa kecil dibayangkan sebagai sesuatu yang indah, ketika sudah dewasa, tak lagi meninggalkan kesan serupa. Deruan informasi membuat segala bayangan tak lagi sama.

Tak berhenti hingga bayangan, kenyataan pun demikian. Apa yang dihadapi dari hari ke hari semakin menyatakan bahwa perjuangan itu perlu.  Ketidakmampuan atas berbagai hal yang disukai menegaskan bahwa mengalah itu boleh. Keinginan untuk mengejar sesuatu tanpa batas, menjadi seseorang tanpa halangan, perlahan-lahan hilang. Muncul penerimaan bahwa tak semua untuk kamu.  

Sampai di sini, sadarilah, apa yang dialami tadi adalah murni eksklusivitas makhluk hidup bernama, manusia.

Kesempatan menghidup udara segar, melihat langit biru, menyentuh daun basah, mendengar deruan knalpot, mencicipi sensasi pedas, adalah berkah. Peluang terlahir menjadi manusia adalah berkah.

Dengan segala hitam putih dan abu-abunya, menjadi manusia itu menyenangkan. Berkelana dengan pikiran sendiri, terjebak dengan problematika ciptaan sendiri, terkubung dengan lubang derita yang diciptakan sendiri, bukan hal yang hina. Semua adalah warna yang ceritanya hanya bisa dinikmati manusia.

Atas apapun yang terjadi saat ini, yang dialami sekarang, yang dirasakan malam ini, yang masih dikejar hingga hari ini, yang diinginkan esok nanti, bersyukurlah.

Malam, 28 Juni 2016.

 

0 thoughts on “The Perks of “Be It”

  1. gadimakitan

    Jadi inget “About Time”-nya Richard Curtis.

Leave A Comment