All Vinny  

“Gimana Manila?”

Inilah pertanyaan pertama yang ditanyakan beberapa teman-teman mengenai perjalanan saya dua minggu lalu ke Manila. 

IMG_3020.jpg

Wajar saja sih pertanyaan ini yang terlontar. Selain pembuka paling umum untuk yang baru selesai melakukan perjalanan, siapa coba yang menempatkan Manila sebagai bucket list tujuan wisata? Kalaupun ada, mungkin tak sebanyak jumlah untuk Bangkok, Bali, Vietnam, India, atau lain-lain. Jika ada teman saya yang baru pulang dari sana, pasti pertanyaan saya ke mereka juga sama : Gimana Manila?

Macet

IMG_2935.jpg

Macetnya kota ini cukup cihui. Waktu tempuh untuk jarak dari hotel ke kantor saya (Ortigas – Makati) dengan jarak sekitar 8 km yang dilakukan pukul 8 pagi atau 9 malam adalah sekitar 30 menit. Meskipun terkesan normal untuk warga Ibukota yang bisa menempuh jarak serupa dengan waktu yang lebih panjang, tetap aja durasi ini terbilang macet untuk ukuran Manila. Masalahnya, macet ini hampir terjadi di setiap jam. Tapi kalau kata teman saya, semacet-macetnya Manila, kendaraan masih bisa jalan walaupun pelan, ndak sampai tidak bergerak sama sekali.

IMG_2906.jpg
Segini panjang macetnya, kalau keliatan.

Panas 

Setiap kota tujuan di wilayah Asia Tenggara agaknya punya nuansa yang sama untuk ukuran cuaca. Panas. Hari pertama tiba di Manila, kami disambut siang yang panasnya menyengat, hampir 34 derajat. Menyengat banget sih rasanya.

Intramuros

Ini salah satu landmark Manila. Istilahnya, belum sah ke Manila kalau belum ke Intramuros. Untuk warga Jakarta, ini semacam Kota Tua. Isinya adalah bangunan-bangunan peninggalan jaman dulu, seperti gereja, bangunan, museum, dan sejenisnya.

IMG_7922.jpg
Gereja di Intramuros

Yang seru di sini adalah cafe-cafe yang ada di antara gedung-gedung tua. Kalau sering liat film ber-setting Perancis yang lokasi syutingnya ada di cafe yang background-nya bebatuan, outdoor, dengan bunga-bunga, Intramuros  bisa jadi substitusi sementara (sebelum kita kesampean jalan-jalan ke Perancis). Lumayan buat upload-an ke Instagram.

IMG_2812.jpg
Salah satu sudut Intramuros, dimana ada beberapa cafe lucu dengan pramusaji berpakaian seperti cowok di sebelah kanan foto.

Maju

Keren nggak sih Manila? Beberapa cerita di atas adalah situasi Manila di daerah yang terbilang pinggiran. Untuk daerah perkotaan atau pusat bisnis, Manila boleh diacungi jempol. Salah satu spot wisata berikutnya adalah Bonifacio Global City alias BGC. Untuk Jakarta, ini semacam gabungan SCBD dan Thamrin. Pusat bisnis, tempat hiburan, restoran kelas tempat nongkrong sampai dine in ada di sini. Serunya, di sini juga ada lokasi jajanan malam, namanya Market Market. Komplit kan jadinya? Mau jajan bisa, mau nongkrong kece bisa, mau party juga bisa. Kalau kamu pecinta wisata metropolitan, BGC wajib didatengin.

150512180818-bonifacio-global-city-exlarge-169.jpg
Fotonya : CNN
IMG_2993.jpg
Sudut lainnya BGC.

Tapi…

… dari segi infrastruktur, saya merasa Jakarta jauh lebih kece, apalagi dengan banyaknya perbaikan yang dilakukan pemerintah 2 tahun belakangan. Di Manila, jalanan terbilang semrawut. Selain macet, jumlah mobil di sini juga mendominasi jalanan hampir 80%. 20% sisanya adalah kendaraan umum (seperti tuk-tuk dan jeepney), atau sepeda motor. Itu juga salah satu penyebab macet.

IMG_2704.jpg
Penumpang Jeepney. Semua Jeepney mencantumkan nomor telepon di belakang kendaraan. Itu nomor darurat untuk pelaporan kendaraan yang suka ngebut-ngebut.

Dari segi tata kota, Manila juga punya banyak billboard yang ukurannya super giant. Entah kenapa rasanya ukuran papan iklan di pinggir jalan itu ndak akan ditemukan di Indonesia. Ukuran billboard bisa 2 – 3 kali lebih besar dari yang kita lihat di sini. Entah mungkin karena pajaknya murah, pengusahanya tajir, atau mungkin peraturan pemasangan iklan di jalan belum jadi prioritas pembenahan pemerintah. Yang jelas, bagian billboard ini jadi ‘berkesan’ karena betul-betul sangat mencuri perhatian waktu di jalan.

IMG_2901.jpg
Ada yang gedenya 1,5 kali lipat dari ukuran ini. 

Aman nggak?

Ini adalah perhatian utama kakak-kakak saya waktu saya ke Manila. Melihat berita tentang situasi Manila yang digambarkan kurang kondusif karena penculikan dan isu-isu politik yang lumayan ramai (yang ndak terlalu saya ikutin juga), mereka pun was-was.

Di Kota Manila sendiri, situasi kondusif saja kok. Namun, untuk beberapa lokasi seperti China Town (kami belum sempat ke sini), dan pasar Divisoria (semacam Tanah Abang), kami memang dipesankan untuk berhati-hati dengan barang bawaan masing-masing. Tapi ini mah yah pesan umum untuk kunjungan ke tempat ramai. Jadi, ndak bisa dibilang kalau Manila ndak aman gara-gara ini.

Cuman kalau untuk update sekilas dari dunia politik, negara yang baru memilih presiden barunya ini, ternyata punya angka kriminalitas yang tinggi untuk kasus pengedaran obat terlarang (ini info dari pengemudi taksi). Makanya, dengan terpilihnya presiden baru Filipina, Rodrigo Durtete, yang konon katanya sangat tegas, warga (masih diwakili si pengemudi) berharap Filipina akan lebih aman dari peredaran narkotika dan obat terlarang.

***

Segitu aja cerita singkatnya. Meskipun total 7 hari di sana, sayangnya saya ndak sempat jalan-jalan ke lebih banyak tempat. Katanya ada pantai yang jaraknya sekitar 5 jam dari Manila, tapi karena waktunya kurang memungkinkan, kami juga ndak mampir. Kalau googling “beach in Manila”, ketemu kok banyak gambar pantai bagus.

Kalau ada kesempatan mau ke Manila lagi? Tentu saja. Pantai, tempat wisata, taman-taman di daerah kampus, masih jadi pilihan lokasi yang bisa didatengin.

Eh iya, satu lagi.

Berhubung San Miguel (minuman) pabriknya ada di Manila, jadi beruntunglah kamu yang suka nge-beer. Harga bir kalengannya 45 PHP, atau sekitar Rp 13.500. Namun, nggak semua convenient store, khususnya 711 menjual ini. Kabarnya, ada toko yang hanya menjual di jam tertentu, seperti sebelum jam 9 malam.

Semoga pertanyaannya terjawab.

Salamat!

(terima kasih dalam Tagalog)

Leave A Comment