All Vinny  

Banjir Pasti Berlalu

Hari Sabtu kemarin, kantor kami kebanjiran. Banjir seada-adanya banjir. Kursi basah, laci basah, laptop tenggelam, dokumen basah. 

IMG_4094.jpg

Hujan besar turun di hari Sabtu, saat yang berkegiatan hanya beberapa dari total puluhan tim keseluruhan. Alhasil begitu air meluap perhalan, grup kantor ribut. “Banjir makin tinggi”, “tolong simpenin laptop gue dong…”, “surat-surat gue tolong dong, plis”, “motor gue, motor”… 

Intinya, laporan langsung super komprehensif diikuti foto-foto terbaru.

IMG_4095.jpg

Sore itu, tim yang kebetulan sedang bertugas di kantor atau di sekitarnya, langsung mengerahkan tenaga. Mampir ke kantor, pindahin laptop, naikin motor, naikin laci, naikin jaket, ngecekin lemari server, lalu pasrah… Karena ada juga yang memang ndak berhasil diselamatkan.

Pada saat yang sama, saya terjebak di daerah yang sekitar kantor, dan sialnya, ndak bisa kemana-mana. Mau mampir kantor, jalurnya putus karena banjir. Mau pulang, macetnya luar biasa. Saya ndak bisa ke kantor. Saya hanya bisa lihat keriwehan dan aksi penyelamatan dari layar Hape.

Sementara itu, salah satu teman si penyelamat malah tinggal sampai malam karena selain ndak bisa ke mana-mana, ia juga melaksanakan amanah tim lain yang menitipkan pesan agar barangnya bisa tolong diamankan sebelum dilahap air.

Saya ndak tau bagaimana menyebut ini. Solidaritas? Kerjasama? Kesetiakawanan? Rela? Baik hati?

Yang pasti, saat terbaik untuk melihat kepedulian seseorang adalah ketika dihadapkan bersama pada peristiwa sulit. Teman-teman saya yang hadir di detik kantor kebanjiran, adalah mereka yang memiliki itu semua. Angkat topi untuk mereka, yang sebenarnya punya pilihan untuk pura-pura ndak tau, diam di rumah, sambil nonton serial kesayangan sembari memeluk guling, namun tidak mereka pilih.

Gimana dengan yang ndak hadir? Seperti saya?

Terus terang saya merasa tidak enak. Bukan kepada teman-teman saya, tapi kepada saya sendiri. Mungkin ndak ada barang kerja berharga saya yang tertinggal di kantor. Tapi, kantor yang (menurut hemat saya) kece dan keren itu sudah menjadi salah satu dari bagian dari kehidupan saya belakangan ini. Ketika dia dirundung banjir dan saya tidak ada di sana, di situlah saya merasa sedih.

Saya sungguh ingin bisa berbuat. Bantu bersih-bersih kek, nyelamatin barang kek, atau ngapain. Tapi kemudian, keinginan untuk membantu pun bukan sebuah hal yang mudah dilakukan tak peduli seberapa besar keinginanmu untuk turun membantu. Gimana kendaraan saya terjebak, gimana ada yang mungkin tidak tahu, ada yang anaknya lagi sakit, ada yang harus menemani ibunya sendirian di rumah, dan lain-lain, menjadi alasan yang membuat seseorang mau tidak mau, harus mengurungkan niatnya untuk membantu.

“Kalau ada niat, pasti ada jalan”. Kalimat ini sungguh saya percayai.

Tapi tak jarang juga, niat dan jalan memilih arah yang berbeda. Jangan langsung berpikir bahwa mereka yang tidak membantu kita di saat susah adalah teman yang jahat, atau teman yang tidak setia kawan. Absennya mereka pasti disertai alasan yang mungkin remeh untuk didengar, sehingga lebih baik ditelan sendiri, namun benar adanya.

Kalau kamu percaya peribahasa ada niat, ada jalan, maka percaya juga dengan ucapan, “saya berdoa semoga semuanya segera membaik”. 

**

Salam untuk semua yang kantornya kebanjiran.

Semoga jangan hujan dulu dalam beberapa hari ke depan, dan nggak ada tanggul bocor lagi dan semua pompa di Jakarta bekerja dengan baik

DSC04097.JPG
We’re gonna bring the cute office back!

0 thoughts on “Banjir Pasti Berlalu

  1. Lorraine

    Aduh Vin, Musibah besar ya ini. Good luck beresin kantor dan semoga kalian bisa operate secepatnya.

    1. vinnydubidu

      Makasih, Mba Yoyen. Untungnya Senin udah bisa operate karena hari Minggunya langsung diberesin. 🙂

Leave A Comment