All Indonesia Vinny  

The “Everglow” Trip

Travel blues masih sedikit menyelimuti. Dengan tambahan – Coldplay blues, yang sepertinya porsinya lebih besar daripada travel blues.

Coldplay 11.jpg

*

Melbourne

Perjalanan ke Melbourne kemarin adalah yang pertama bagi saya. Excited? Tentunya. Karena Coldplay? Pastinya! Apalagi, trip ini memang nggak akan kesampean kalau bukan karena ada Coldplay yang mampir ke sana. Tapi, kita bahas dulu sedikit soal Melbourne.

Overall, perjalanan ini sangat menyenangkan! Kebetulan, saya tinggal di Collins Street, salah satu bagian kota yang dikelilingi banyak cafe, bangunan lucu, tempat gaul, museum, taman dan tempat jalan lainnya. Seperti kebanyakan kota di luar negeri, akses pejalan kaki sangat menyenangkan. Alhasil, mau jalan kemana aja mudah. Tentunya, dengan pemandangan yang serba bagus.

Pas saya di sana, Melbourne memasuki musim panas yang ternyata nggak panas-panas banget. 3 hari pertama, angin cukup kencang. Suhu sekitar 15 derajat celcius. Saya yang mengira Melbourne akan sering hujan (karena laporan ramalan) alhasil lebih banyak menyiapkan stok pakaian untuk hujan (celana pendek, sendal jepit, kaos) ketimbang baju tebal. Baju penahan dingin hanya satu potong yang saya pakai dari datang hingga pulang.

Jalan ke mana aja?

Nah, ini dia. Dari perjalanan kemarin, dipikir-pikir saya ini orang yang cukup malas menyusun itinerary. Memang sebelum berangkat, saya sudah mencatat beberapa tempat yang ingin saya datangi hasil browsing. Tapi sesampainya di sana, saya nggak ngotot-ngotot amat harus ke sana. Soalnya saya pikir, di sekitar tempat saya, banyak sekali tempat yang bisa diliat. Jadi, list-list tadi bisa menunggu (hingga kunjungan berikutnya). Akhirnya ya memang sampai hari terakhir, nggak ada satu pun tempat dari list itu yang saya kunjungi.

Selain malas menyusun / mengikuti jadwal yang saya sudah bikin sendiri, saya tergolong orang yang cukup santai. Mungkin karena pengaruh malas tadi. Selama 4 hari di sana, tak ada satu hari pun saya punya jadwal pasti harus ke mana (terkecuali hari-nya Coldplay). Di luar hari konser Coldplay, saya jalan ke museum, Sunday market, taman, pantai, cafe, seketemunya saya di jalan (ada juga yang diajakin temen).

Tapi, efek dari jalan-jalan begini ternyata menyenangkan juga. Saya nggak merasa terbebani. Mungkin ini enaknya jalan sendiri. Cukup tanggung jawab dengan sendiri, nggak perlu berkompromi dengan teman seperjalanan. Mudah. Ringkas. Praktis. Kekurangannya ya, kalau mau ngomong, nggak bisa seenaknya. Kalau mau foto, nggak bisa seenaknya. But, still, it’s still a super fun trip!

**

Coldplay – A Head Full of Dreams Tour 2016

Tanpa perlu berbasa basi lagi, mari kita bahas soal konser Coldplay (yang masih bikin mabuk kepayang hingga tulisan ini ditulis).

Konser ini dimulai pukul 9 malam. Kemungkinan besar karena show memang dikemas dengan permainan lampu yang hampir 100% sepanjang konser, jadi langit gelap jadi syarat pasti untuk memulai pertunjukan. Durasi konser 2 jam penuh berlangsung tanpa banyak basa-basi. Ada sedikit selipan acara lamaran di atas panggung (yang katanya fans dari Indonesia), tapi itupun nggak menyita waktu banyak. Sisanya, nyanyi, ucapan terima kasih dari Chris, permainan lampu sebentar, dan nyanyi lagi. Menyenangkan!

Salah satu tontonan favorit saya di Youtube adalah live show Coldplay. Dan seperti dugaan, berada di tengah-tengah penonton, bisa melihat konser ini secara langsung, bener-bener jadi pengalaman tak terlupakan.

Tapi, di luar penampilan Coldplay, saya terkesan dengan kerapian penonton. Sebelum konser, saya yang menggunakan flat shoes sudah membayangkan, “Sepatu merah saya pasti akan berwarna hitam atau berubah bentuk setelah nonton karena diinjak penonton kiri kanan” (saya nonton di bagian Festival – sebutan kalau konser di Indonesia – yang berdiri). Ternyata, kekhawatiran saya tidak terjadi sama sekali. Tak ada satupun penonton di kiri kanan yang mendorong satu sama lain. Semua asik menonton konser sendiri.

Yang menyebalkan sedikit ya, segeromobolan anak muda di depan saya yang sibuk mengangkat HPnya. Nggak hanya merekam hampir 70% konser, mereka video call-an aja gitu sama temannya pas awal-awal konser. Selain itu, penonton bisa sambil minum. Minumnya pun dengan gelas plastik itu. Kebetulan gerombolan si HP ini juga sambil minum, jadi ya was-was juga minumannya tumpah.

Namun, setelah diperhatiin, nggak semua yang ke konser ini fans gila Coldplay. Ada juga orang di sekeliling saya yang sepertinya hanya jadi penikmat. Soalnya mereka hanya berdiri diam. Mungkin meresapi lagu kali ya, nggak kayak saya yang sibuk nyanyi. :D. Ada juga dua ABG yang berdandan kayak mau malam mingguan. Yang ini saya agak yakin nggak tahu Coldplay, soalnya dia nggak nyanyi tapi sibuk main HP pas Chris nyanyi.

Lalu, sedikit yang menyedihkan juga, saya merasa berdiri terlaluu jauh dari Chris. Maunya kan bisa liat jarak dekat. Tapi apa daya, jarak jauh sekali pandangan saya ke Chris.

Oleh sebab itu, saya berharap, suatu hari, dipertemukan lagi dengan Coldplay, dalam gig yang lebih kecil, atau minimal, saya yang berdirinya lebih dekat!

***

Kesimpulan

Never have I was back from traveling and have this kind of joy last for days after home.
Thanks Coldplay, thanks Melbourne, thanks anyone who make this story happens! 

0 thoughts on “The “Everglow” Trip

  1. cerita4musim

    Pasti kita keselipan 🙂

Leave A Comment