All Vinny  

Life Standard

“Bukannya nggak mensyukuri hidup. Penjual tahu bisa ketawa karena mereka sudah mencapai standar kebahagiaan mereka. Gue belum mencapai itu…” 

Ucap teman dalam perjalanan pulang hari ini, setelah saya sok menasehatinya untuk mengurangi frekuensi menghela nafas panjang.

Pernyataannya yang awalnya terkesan meremehkan, setelah dipikir-pikir, ternyata bener juga.

Setiap orang terlahir dengan mimpi atau keinginan yang berbeda satu sama lain. Urusan pekerjaan misalnya. Ada yang ingin mendapat gaji berdigit banyak, ada yang ingin ngantor di daerah Segitiga Emas, ada yang ingin dapat temen kantor menyenangkan, ada yang ingin kerja di perusahaan multinasional, ada yang ingin dapat titel jabatan oke, dan macam-macam. Kalau poin ini belum terpenuhi, maka orang itu belum merasa bahagia. 

Ada juga tipe lainnya. Kantor kece, duit banyak, teman seru, mungkin sudah di tangan. Tapi, ada hal yang belum dimiliki namun sangat diingini. Yakni bekerja di bidang yang disukai. Alhasil, ia juga belum bahagia. 

Saya sendiri, kalau ditanya apa yang bikin saya bahagia, hmm. Bingung juga menjawabnya. Kayaknya nggak ada hal konkret. 

Soal pekerjaan, tentu ada karir impian, kantor impian, gaji impian, dan kondisi-kondisi ideal yang ingin dicapai. Tapi, belum mencapainya tidak langsung membuat saya tidak bahagia.  

Mungkin ini sedikit manfaat jadi orang yang nggak punya standar (alias go with the flow). Saat diri merasa susah, melihat penjual gorengan yang tertawa girang bisa bikin hati adem. Kali lainnya saat mendengar lagu tahu bulat, rasanya ingin tertawa juga karena heran dengan konsep jualan tahu bulat dengan theme song wajib yang dimiliki hampir setiap penjualnya. 

Namun, menjadi seseorang seperti teman saya juga tidak salah. Sangatlah wajar jika ia merasa belum lega ketika belum tiba di titik standar kebahagiaan yang ia tetapkan. Karena standar itu juga, seseorang bergerak ke arah yang lebih jelas. Paling tidak, ke arah standar yang kita percaya bisa membuat kita bahagia. 

Sekali lagi. Saya belum seperti si teman. 

Namun, tak ada salahnya mulai merenungkan : apa standar hidup atau gol kebahagiaan yang ingin saya capai, baik di urusan karir, pertemanan, hubungan asmara, atau apapun. Paling tidak untuk satu atau tiga tahun ke depan.

Daripada menghabiskan malam mengingat yang lalu-lalu, mending mulai mikir sebentar buat masa depan. Supaya nanti bisa tersenyum dan tertawa lepas juga segirang penjual tahu. 

Dicoba aja dulu. Siapa tau nemu. 

0 thoughts on “Life Standard

  1. Aan Sandurezu (サンデゥレズ)

    Belakangan juga sering memikirkan hal yg sama mbak. Semoga kita bisa mendapatkan sesuatu yg sesuai dg passion masing-masing.. 😁

Leave A Comment