All Vinny  

Catatan Kemarin

Degisikbir.jpg
Source: Degisikbir

Untuk keluarga terbaik,

Terima kasih atas perhatian yang kalian berikan untuk kami dari berbagai aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan, pendidikan, kesehatan, khususnya… jodoh. Terima kasih karena terus memikirkan dan memastikan bahwa kami akan menjalani masa depan dengan baik, dengan hidup yang baik, dengan orang terbaik.

Kami percaya, kami harus mendapatkan jodoh terbaik untuk masa depan. Itu juga yang kalian percaya. Dengan semua didikan, pelajaran, dan doa (pastinya), kamu dan kami bersama-sama mengharapkan seseorang yang terbaik segera datang, mendampingi hidup kami. Setiap hari bertambah, setiap ulang tahun terjadi, ini mungkin doa dengan porsi terbesar yang kamu haturkan, ucapan terbanyak yang disampaikan orang-orang terdekat, “Semoga cepat dapat jodoh“.

Hi keluarga,

Kami sungguh ingin menjadi anak berbakti, dan berbudi, termasuk untuk urusan ini. Mempertemukan kamu dengan jodoh terbaik kami, segera.

Diam-diam, kami berusaha juga dalam setiap gerak gerik kami, untuk mendapatkan yang terbaik. Dalam setiap dandanan, bahasa tubuh, tempat yang kami selalu ada usaha dan sedikit tekad untuk menemukan ‘dia’ yang juga kalian cari. Kami menyiapkan dan melakukan semuanya. Tawaran dari teknologi juga kami terobos. Tapi, kami diam-diam.

Sebagai sosok yang semakin berkembang, dewasa, banyak membaca dan mendengar kisah hidup kawan-kawan yang lebih dulu mendahului kami, rasa-rasanya filter kami juga semakin cerdas dari tahun ke tahun. “Love is  blind” tidak lagi kami percaya. Cinta tak boleh buta. Ia harus bisa melihat dengan jelas. Karena hidup itu keras.

Kami sadar dan yakin, cinta butuh rejeki. Menjalani hidup tidak cukup dengan perasaan senang, suka, gemeteran, atau deg-degan saja saat bertemu dengan dia. Simpanan di dompet atau bank juga penting. Hidup yang baik adalah hidup yang ditata dengan baik. Penting menyiapkan dan mempunyai modal untuk memiliki itu semua. Selain cinta, uang itu penting. Kerja juga penting.

Begitu pula sebaliknya. Menjalani hidup dengan seseorang yang bermodalkan simpanan (uang) banyak di bank dan dompet juga harus diimbangi dengan perasaan senang dan deg-degan saat berjumpa dengan si dia.

Sulit rasanya membayangkan kami harus berinteraksi dengan seseorang setiap hari, dari langit terang sampai gelap, dengan orang yang melahirkan perasaan layaknya bertemu teman di kantor, orang di jalan, atau teman baru di mol. Apa sebutan untuk perasaan ini? “Biasa saja“? Kami dengan mudahnya bisa kabur dari teman di kantor, atau teman baru, jika kami tidak suka. Tapi, kalau sudah memasuki tahapan yang lebih serius itu, tentu kami tidak bisa seenak perut. Kami butuh lebih dari sekedar level ‘biasa’.

Belum lagi kewajiban memenuhi syarat teknis lainnya yang seperti sudah tergaris dan terpatri di ‘kitab’ budaya dan titah keluarga turun temurun.

Kamu bilang, “Cinta bisa tumbuh”.

Kami tambahkan “… kalau ada kecocokan”.

Kamu bilang, “Cocok itu apa? Nggak ada yang bisa cocok 100%”.

Kami pikir kembali, lalu mulai meragu dan mempertanyakan, “Memang tidak ada yang cocok 100%. Tapi kalau cocok 30% saja rasanya susah, apa angka ini bisa diterima? Ada minimal kecocokan yang idealnya dipenuhi?”

Kamu bilang, “Perempuan tidak perlu terlalu mencinta. Biar laki-laki saja, supaya tidak sakit hati”.

Kami setuju. Tapi, “Kalau tidak mencinta dengan porsi yang benar, apa bisa bertahan jika ada hal-hal menyebalkan? Apa mau berusaha jika ada hal-hal yang menyusahkan? Kalau di tengah-tengah kami mau kabur, gimana? Mungkin ada minimal kadar cinta juga yang bisa dipenuhi?”

Hai Keluarga,

Kami tahu, masa biologis tidak bisa dilawan. “Tak selamanya kamu bisa hidup sendiri”, kata kalian. Kami tahu dan tentunya tak berharap itu terjadi (ketuk meja). Tapi, ada hal yang tidak bisa juga kami lawan sebagai seorang manusia. Hati.

Oke, kami tambahkan.

Hati dan pikiran. (supaya tidak menjadi terlalu bodoh – seperti kata orang-orang).

Hati dan pikiran kami sepakat menjadi khawatir setiap kali ada di antara kami yang menikah, punya anak, atau jalan-jalan bersama pasangannya dan mengambil foto-foto indah penuh tawa.

Hati dan pikiran kami juga lalu berpikir, bagaimana caranya mewujudkan hal tersebut untuk kami sendiri. Karena itu, kami terus berusaha untuk (segera) menemukan orang yang bisa kami tunjukkan kepada dunia, khususnya kepada kalian.

Hati dan pikiran kami juga takut, setiap kali kami mendengar bagaimana menjalani hidup bersama dengan seseorang tidaklah mudah. Orang berubah, hidup berubah. Yang baik jadi jahat. Yang romantis jadi kasar. Yang perhatian jadi kosong. Yang kaya jadi miskin.

Hati dan pikiran kami juga terus mencari dia yang bisa membuat kami yakin bahwa apapun kekhawatiran, ketakutan, dan pikiran yang kami punya, paling tidak akan bisa kami hadapi.

Apa jaminannya?”. Ah, kami tidak tahu.

Seperti cerita orang yang mencari pekerjaan. Pegawai baru tidak pernah tahu apakah pekerjaannya tepat sampai ia menginjak bulan ketiga, bulan keduabelas, atau ke-tiga puluh enam. Tapi, paling tidak dia punya alasan kuat untuk mengambil pekerjaan tersebut; uang, jabatan, teman, atau apapun itu, yang membuatnya bertahan sekian lama, tak peduli bagaimana menyebalkan pun lingkungan kerjanya.

Mungkin kami seperti itu. Kami mencari orang yang bisa memberikan alasan kuat bagi kami untuk melanjutkan segalanya. Panduan, anjuran, saran, dan masukan kalian juga telah kami olah untuk bisa mengukuhkan alasan tersebut. Tak jarang kami menemukan orang yang kami rasa ‘tepat’. Tapi sayangnya semua pupus di setelah waktu tertentu, bahkan ketika kalian belum sempat mengenal mereka. Apakah kami santai saja waktu kami gagal? Tentu tidak. Tapi hidup harus terus berjalan. Kami harus terus mencari.

Hai Keluarga,

Percayalah. Kami bekerja keras untuk mempertemukan kalian dengannya. Kami sudah tak lagi percaya cinta itu buta.

Dan sekarang, kami hanya butuh kalian untuk sedikit percaya.

Salam,

Kami.

0 thoughts on “Catatan Kemarin

  1. Lauren

    Hidup! Kami!
    *uhuk*

Leave A Comment