The Art of Losing

Alkisah, si Doni kesal bukan kepalang. Soalnya, ia terus menerus kalah di pertandingan. Tak peduli betapa kerasnya ia berlatih, kali itu ia kalah lagi. Untuk kali yang melebihi jumlah jari.
Kalah itu nggak pernah enak. Apalagi, untuk hal yang kita tahu akan kita menangkan. Atau sebaliknya, kalah karena sesuatu yang kita nggak tau cara menanginnya. Gemes. Nggak enak deh pokoknya, kalau kalah.
Cuman, sering banget kita dihadapkan pada situasi untuk menjadi si kalah. Untuk yang sehari-hari: kalah di pergaulan; kalah cantik, kalah ganteng, kalah pintar, kalah lucu, kalah seru, atau kalah tajir. Atau urusan lain: kalah debat dengan teman, pasangan, kalah argumen dengan guru, dosen, bos, (atau polisi), kalah taruhan. Untuk hal yang lebih serius lagi: kalah memperjuangkan keinginan, cita-cita atau cinta.
Efek setelah kalah juga nyebelin. Bete, kehilangan semangat hidup, pengennya marah-marah. Paling asik, nyalahin orang. Saking asiknya, sampai lupa bahwa penyebab sesungguhnya dari kekalahan itu ya diri kita sendiri.
Kenapa harus merasa kalah karena ada temen yang lebih cakep, pinter, atau tajir? Kan orang lain juga temenan dengan kita karena kita punya kelebihan lain. Mungkin kita lebih seru, lebih jago ngelucu, lebih suka mendengar, lebih menenangkan, dan sebagainya.
Atau, siapa suruh berdebat dengan teman atau guru, tanpa argumen yang jelas? Apalagi dengan pihak berwajib. Udah tau aja kan gimana akhir ceritanya kalau nggak bermental sekelas baja..
Dari kejadian beberapa tahun terakhir, saya juga berusaha banget nih menghadapin kekalahan. Susah banget.
Tapi, kembali ke tiga paragraf sebelumnya. Munculnya perasaan kalah saat bergantung pada sudut pandang kita terhadap apa yang dihadapi. Yang dilihat sebagai sebuah kekalahan, bisa dilihat sebagai sebuah kemenangan.
Termasuk juga untuk contoh kekalahan yang serius tadi, soal keinginan, cita, atau cinta. Kalaupun memang kalah, pasti ada kemenangan baru yang lahir sesudahnya. Misal, terbukanya pintu baru ke tempat baru.
Kata ‘guru’ saya, orang yang bisa menerima kekalahan adalah pemenang sesungguhnya. Paling tidak, untuk dirinya sendiri. Apalagi di jaman yang semakin gila ini. Pertarungan terus terjadi. Bahkan yang paling berat, dengan diri sendiri.
Karena itu, menjaga hati dan pikiran agar tetap waras sekalipun kalah, menjadi sangat penting. Kamu pasti punya cara yang waras untuk bisa tetap berlapang dada dengan kekalahan. Kalau belum, coba cari.
Ingat pepatah, lose some, get some. Ada yang hilang, ada yang datang. Ada yang pergi, ada yang datang, Ada kekalahan, ada kemenangan.
Tahun 2019 baru lewat 7 hari. Saya sih yakin, masih ada ratusan hari di depan mata yang siap menyuguhi saya dengan pertarungan. Tiap hari pun saya bertarung dengan diri saya sendiri agar bisa terus menutup hari dengan perasaan bersyukur. Beberapa mungkin saya menangkan, beberapa mungkin tidak, atau belum.
Makanya, saya siap-siap dulu dengan nulis ini.
Supaya tetap inget. 🙂