Nadira – Leila S. Chudori
Gambar dari Goodreads
Sejak perkenalan pertama dengan Pulang, saya langsung kepincut. Gaya berceritanya, alur cerita, setting tokoh, serta plot hidup tokoh utama, bikin buku karya Leila S. Chudori seringkali susah dilepas.
Kali ini, buku yang saya baca adalah Nadira. Buku ini bercerita tentang perjalanan hidup Nadira, anak bungsu dari keluarga Bram dan Kemala, bersama kakaknya Nina dan Arya.
Nadira digambarkan sebagai perempuan pintar, namun berkarakter keras. Lahir di Amsterdam, Nadira sempat menempuh kuliah di Amerika, lalu kembali ke Jakarta untuk menjadi jurnalis. Setelah perjalanan panjang di hidupnya, Nadira akhirnya bertolak ke Kanada, untuk menjadi seorang dosen.
Begitu tiba di halaman terakhir buku ini, terus terang saya jadi agak frustasi, nggak tahu harus bahagia atau sedih. Haha. Soalnya, perjalanan hidup Nadira dan keluarga ini benar-benar pelik. Pol! Kelihatannya akan bahagia, eh, ternyata ada aja yang kejutannya.
Rupanya setelah baca ucapan terima kasih di akhir buku oleh sang penulis, Leila S. Chudori memang ingin menjadikan novel Nadira untuk menggambarkan kehidupan perempuan yang sering dihadapkan pada “batasan masyarakat” bahkan dalam situasi sulit sekalipun. (fiuh)
Mungkin bukan hanya di hadapan lelaki yang dikasihinya saja. Pada dasarnya (banyak) perempuan cenderung lebih banyak menahan diri, mengerem lidah, dan mengikat sehimpun nfas di hadapan siapapun karena itulah yang ditekankan masyarakat. Perempuan harus diam, sekeras apapun yang dialami dan disangganya.
Sebelum Nadira, saya juga baca bukunya Leila, yang berjudul “Laut Bercerita“. Kalau yang ini, tokoh utamanya adalah laki-laki, seorang aktivis yang bergerak di jaman Orde Baru. Kebayang dong ya? Kalau yang ini, bikin deg-degan, sedih, ngilu, dan berat hati juga.
Sejauh ini, dari ketiga buku Leila, sepertinya Pulang yang masih lebih ‘romantis’ dan efek selesai bacanya agak membahagiakan. Yang lain, abis baca, bikin hati agak berkecamuk. Apalagi yang Nadira ini. Cuman Kkalau kalian merasa kutipan di bagian ucapan terima kasih-nya Leila yang saya tulis di atas itu ‘klik’, boleh coba baca deh bukunya. Bagus, bener.
Setelah Nadira, saya sudah berniat beli buku Leila yang lainnya. Kamu punya rekomendasi? Tapi tentunya nanti saja belinya. Beralih ke yang buku agak ringan dan ketawa-ketawa dulu supaya nggak frustasi lagi. 🙂
Mungkin itulah sebabnya, “Nadira dan dunianya” selalu saja akan tetap duduk di belakang saya dan senantiasa mendesak-desak saya untuk berbagi cerita karena ia ingin bersuara; meski di saat saya tengah menulis novel lain yang sama sekali berbeda dengan dunia Nadira.