DIY Versi Bapak
Waktu muda, Bapak saya bekerja sebagai “tukang”. Iya, kita nyebutnya tukang. Nggak tahu deh nama resminya apa. Intinya, kalau ada yang mau bangun rumah, biasa Bapak akan diajak untuk bergabung dengan tim tersebut untuk ikut proyek pembangunan rumah / bangunan itu. Kadang juga proyeknya pemerintah seperti bangun jalan, bangun SPBU. Cuman, biasa tukang kan ada spesialisasinya ya, seperti tukang cat, tukang pipa, tukang lantai. Kalau Bapak ini sepertinya bagian semuanya. Itu mah mandor? Bukan juga. Mandor kan atasannya, nah Bapak masih punya mandor. Pokoknya, “tukang” aja kita nyebutnya. 😀
Karena pekerjaan ini, Bapak jago sekali bikin-bikin perabotan rumah tangga rumah. Di rumah saya, waktu jaman Bapak, banyak perabotan yang dibuat oleh Bapak, khususnya yang berbahan kayu. Sebut saja: lemari TV, meja makan, kursi meja makan, lemari baju, lemari sembahyang, meja kecil, alas pompa, penutup talang air. Kalau Bapak nggak bisa bikin, ya Bapak yang nyari tukang lain untuk bikin, tapi berdasarkan instruksinya.
Makanya, lengkap aja tu perabotan tukang di rumah. Paku, palu, gergaji, pengasah kayu (apa tu namanya, yang biasa dipake juga buat meraut ubi di penjual rujak haha), linggis, cat, macem-macem deh. “Ruang kerja” Bapak ya di garasi samping rumah sebelah. Nggak kayak di film-film gitu, yang ada di bangunan tersendiri. Haha.
Lalu, kenapa nih tiba-tiba ngomongin Bapak?
Jadi, ceritanya saya mulai nyobain Linocutting, atau Linoprinting. Itu, seni mengukir / mencukil di lembaran karet tebal, untuk kemudian dicat, dan ditempelkan ke media seperti kain, kertas, dan sejenisnya. Anggap aja bikin stempel sendiri karena prosesnya hampir serupa.
Linocuts are very similar to woodcuts. It is a printing method using a sheet of linoleum, in which a subtractive cutting method is used to take away the parts of linoleum where you want to leave the white of the page, and keep the parts you want to be inked! In the result you have a linocut that can reproduce the same image over and over again. – Baca detil di sini.
Awalnya demen dengan Linocutting ini waktu ngeliatin instagram @ditut. Setelah mengagumi dari jauh, saya pun ngeliatin Youtube-nya Mba @miund yang ngasih perkenalan dasar untuk Linocutting yang mudah dicerna untuk orang awam macam saya. Dari sono, langsung deh, kepengen. (Coba deh nonton kalau pengen tau lebih jauh dengan Linocutting).
Nah, perkakas untuk Linocutting ini terbilang mahal sih menurut saya. Mulai dari cat, pisau, papan, dan perkakas menggambar dasar lainnya. Apalagi, saya pernah punya barang-barang untuk berkesenian. Semua mulai dari rubber mat, cutter, pensil, penggaris, penghapus pun, harus beli baru. Ditambah lagi, barang-barang Lino nggak ada di Banjar. Kalau beli online shop, ongkirnya mahal sekali (di Jakarta, 9 ribu, ke Banjar bisa 40 ribu). Biar hemat, saya baru belanja pas mau ke Jakarta supaya dapet ongkir yang 9 ribu. Cuman berhubung yang Lino ini kemarin kepengen banget lah, akhirnya saya langsung kirimkan ke Banjar.
OKE! Jadi apa hubungannya sama Bapak?

Yang nyenengin pas mainan Lino in selain mengukir dan mencetak, juga pas megang alat-alatnya. Dari Lino, saya tahu rasanya ngerol cat, kayak ngeliat film atau iklan yang adegannya tukang cat ngecat rumah pakai roller. Di dunia per-Lino-an, roller cat itu bernama “Brayer”. Selain brayer, ada satu alat yang juga bikin penasaran
Dia adalah “Baren”. Alat ini dipakai saat proses mencetak atau mentransfer karet (color transfer, istilahnya) yang sudah dibubuhi cat ke media kertas. Tujuannya untuk meratakan Lino saat proses pencetakan supaya menempel dengan pas dan mumpuni ke seluruh media kertas.
Harga si Baren ini, 500 ribu aja. Kalau yang pegangannya plastik, 250 ribu.
Mahalll.
Oleh sebab itulah, begitu ngeliat modelannya, saya langsung mikir nih, kalau Bapak masih ada, saya bisa minta Bapak bikinin ini deh. Bagian alas hingga pegangan, bisa digantikan dengan kayu. Bagian bawah untuk cetakan, bisa dikasih lempengan besi / kayu + sponge. Yang penting dari barang ini kayaknya cuma kudu berat, dan rata bawahnya, supaya bisa memberikan tekanan yang baik ke bidang karet. (semacam mudah, padahal…)
Nggak tahu juga deh bener nggak, tapi kayaknya barang beginian sepertinya mudah dibikin untuk Bapak. Ada aja akalnya soalnya kalau Bapak kalau udah ngelihat barang begituan.
Makanya, setelah diamati, sebenarnya Bapak ini udah melaksanakan konsep Design It Yourself – DIY dari jaman dulu, karena sering bikin barang-barang sendiri. Dan tiap kali bikin, Bapak juga selalu mastiin bikinannya bagus, kayunya halus, catnya bagus. Keren ya. Kalau jaman itu ada Pinterest, saya pasti rajin motoin perkakas bikinan Bapak.
*
Sampai saat ini, karena harga yang terlampau mahal itu pun, saya belum rela beli baren. Sementara pakai sendok aja untuk ngeratain, biar gratis. 😀
PS: Sebagai tambahan kerjaan untuk mengisi waktu kosong, saya pun bikin Instagram khusus potongan Lino saya. Silakan diintip ke marih @linocutku.
mysukmana
Kreatif bener kak..
vinnydubidu
Terima kasih, Mas Sukma. 🙂
How Writing Make My Day – Vinnydubidu's
[…] tantanga hidup di atas, saya mulai melakukan beberapa kegiatan. Pertama, linocutting. Sempat saya ceritain di sini dan di Instagram @linocutku. Kedua, Netflix. Wah, kalo ini sih sedap sedap ngiri. Haha. Pasalnya, […]