Menolak Tua, Menolak Lupa
Image by Niek Verlaan from Pixabay
Kemarin siang, telapak kaki kanan abang saya tiba-tiba bengkak. Tadinya, kirain asam urat. Setelah diingat-ingat, rupanya karena abang habis skipping hampir 1500an kali di hari sebelumnya.
“Gila, padahal dulu gue bisa skipping hampir 5000an kali nonstop…”
Abang lupa, “dulu” yang dia inget itu kira-kira, 25 tahun lalu lah, waktu doi masih SMP… Haha. Kebetulan, abang muda adalah atlet bulutangkis yang sempat ikut Pelatda di Kalimantan. Jadi wajar saja sih dengan latihan berat modelan begini (yang tentunya nggak cocok buat orang-orang kayak saya).
Setelah kejadian itu, kami menertawakan abang yang sepertinya sedang menolak tua. Tua emang nggak enak kayanya, ya? Jalan jadi nggak bisa jauh, berdiri juga nggak bisa lama-lama, cepat capek, cepat sakit pinggang, dan berbagai gejala fisik lainnya yang katanya nggak bisa dilawan. Dan berhubung si tua nggak bisa dilawan, jelas sekali memang keberadaannya nggak bisa ditolak. Kalau ditolak, ya jadinya kayak abang saya.
Sama halnya dengan situasi menolak lupa, yang objeknya adalah sebuah kejadian (yang umumnya buruk). Sebenarnya saya agak kebingungan mengartikan frase ‘menolak lupa’. “Lupa” berarti “tidak ingat”. Jadi, menolak lupa berarti menolak tidak ingat. Negatif ketemu negatif, menghasilkan positif. Jadi, menolak lupa itu artinya “inget banget”. Bener nggak, sih?
Kalau ada yang menyimak beberapa tayangan televisi belakangan ini, jargon “Menolak Lupa” kerap digunakan dalam program yang kontennya berisi seruan kepada masyarakat untuk jangan melupakan / kembali mengingat sebuah kejadian (dalam konteks ini, kebanyakan terkait peristiwa ’98 di Indonesia). Ketika 2 kata ini digunakan, penonton diajak untuk mengingat kejadian tersebut.
Tak hanya dalam konteks televisi, keseharian kita pun sering didekatkan dengan situasi menolak lupa.
Sering nggak sih berada dalam situasi pura-pura lupa, tapi sepertinya inget banget? Ini adalah versi menolak lupa untuk saya yang kayaknya hampir mirip dengan menolak tua. Baik ‘tua’ maupun ‘kejadian’ adalah objek yang sangat kita sadari keberadaannya. Namun, tetapi ada gejolak kuat dalam diri yang memilih untuk melawan pergerakan usia atau berputarnya ingatan atas sebuah kejadian.
Situasi “menolak lupa” untuk misi stasiun televisi mungkin dimaksudkan untuk tujuan mulia. Namun, untuk masyarakat awam seperti saya dan mungkin kamu, “menolak lupa” bisa berefek negatif. Bayangkan kejadian kurang menyenangkan terus-menerus berputar di kepala, karena kita memilih untuk menolak lupa. Kalau skipping bikin kaki bengkak, menolak lupa mungkin bikin hati atau mata bengkak. :).
Tapi ya, kadang memang kaki atau hati kudu bengkak dulu, baru hati bisa lapang untuk menerima keadaan yang kita tidak suka.
Asal inget aja, kalau udah terjadi satu kali, jangan diulangin lagi tu skipping tanpa berhentinya. ๐
nyonyasepatu
Mba jg suka kek gitu. Menolak tua huahaha
vinnydubidu
Tapi hobi Mba muda-mudaa banget (jalan2, bikin video, foto2, ya kan?). Jadi gapapaaa. Hahaha.
kutukamus
Mungkin konteksnya Sejarah kali ya. Maksudnya kalau kita melupakan sejarah, ya generasi berikutnya [a.l.] akan mudah melakukan kesalahan yang sama, karena tidak belajar dari ‘pengalaman’ (sejarah). Dan memang tidak ada sejarah yang ceritanya enak melulu. Eh tapi ini saya tidak bahas porsi olahraga lho ya. ๐
vinnydubidu
Iya kalau yang menolak lupa, memang sepertinya ditujukan supaya jangan lupa sejarah ya. Maksudnya kalau porsi olahraga gimana tu, Mas?
kutukamus
Maksudnya kalau soal olahraga, ya kita mesti ingat umurโtidak bisa lagi yang berat-berat kalau sudah mulai tua. ๐ Semoga Vinny dan Abang sehat selalu ๐ธ
vinnydubidu
Oh. Haha. Mudeng sekarang, Mas. Terima kasih. Sehat selalu untuk Mas/Mba juga. ๐