
Perpisahan

Dari segala jenis berita, perpisahan adalah berita yang paling nggak enak didengar. Entah itu datangnya yang kita kenal atau tidak, entah itu berita perpisahan karena sakit atau kecelakaan, atau kejadian ‘luar biasa’ (yang kita lihat di media massa), berita ini selalu menyentuh emosi.
Waktu Bapak meninggal 5 tahun lalu, saya berpikir bahwa tidak ada perpisahan dengan siapapun yang bisa membuat saya sesedih hari itu. Hari dimana semua rasanya berhenti dan katup air mata nggak bisa ditutup. Apalagi, kalau itu hanya perpisahan sebuah hubungan asmara, kayaknya nggak bakal ada bandingannya.
Nyatanya, perasaan ‘jeda dari sedih’ hanya bertahan sementara. Sekitar dua tahun setelahnya, saya mendengar berita ayah teman SMA saya yang meninggal, yang padahal udah nggak pernah saya temui hampir 10 tahun lamanya, dan saya sedih. Nggak berapa lama, berita serupa datang juga dari ayah teman dekat SMA saya, yang juga bikin sedih. Saya juga meneteskan air mata waktu ibu teman saya meninggal. Setelahnya, beberapa berita serupa membuat saya langsung mengingat kesedihan di hari kepergian Bapak. Dan rupanya, perpisahan dengan yang masih hidup, teman atau teman dekat, walau masih bisa ketemu lagi di lain waktu, juga berhasil bikin saya sangat emosional. Sampai beberapa hari lalu, perpisahan terjadi dengan teman saya sendiri, yang kejadiannya lebih cepat dari kata mendadak. Efeknya sama saja. Sedih.
Walau ada di porsi dan ruang berbeda, setiap berita perpisahan yang saya dengar dan alami, berhasil mengulik emosi. Siklus ini terus berputar dan berulang. Sedih, lupa, baik-baik, berita datang, sedih. Begitu terus.
*
Hidup itu bener kok, cuman sebentar. Entah kita yang akan meninggalkan atau ditinggalkan, peraturan ini berlaku. Untuk kita yang meninggalkan, karena hidup hanya sekali, manfaatkanlah dengan baik. Lakukan apa yang kamu suka, kerjakan apa yang kamu pikirkan, cintai orang yang ingin kamu cintai, sampaikan sayang pada orang yang kamu sayangi, hari ini juga, sekarang juga. Kenapa? Karena hidup cuman sebentar. Mungkin waktumu tinggal hari ini.
Sebagai orang yang akan ditinggalkan, karena hidup cuman sebentar, kerjakan apa yang bisa kamu kerjakan kepada orang yang kamu sayang selagi mereka ada. Berikan senyum untuk mereka. Sapa mereka dengan kata-kata manis. Berikan sayang dan cinta sebagaimana yang kamu inginkan. Kenapa? Karena mungkin waktumu cuma hari ini. Karena mungkin besok udah nggak ketemu lagi.
Sebagai orang ketiga, yang tidak meninggalkan dan ditinggalkan, hargai semua orang yang kamu temui dengan baik. Kalau yang ini, sudah sering kita dengar. Kita nggak pernah tau kejadian apa yang dialami seseorang sampai dia mengalami ‘detik itu‘. Orang yang lagi marah-marah mungkin abis kehilangan banyak duit karena ditipu. Orang yang mukanya lagi jutek mungkin sebetulnya lagi sedih karena neneknya di kampung baru meninggal dunia. Teman kantor yang tiba-tiba diam seribu bahasa mungkin sedang gelisah karena mendapat berita bahwa ayah dan ibunya sedang berantem hebat dan akan segera berpisah. Siapa yang tahu? Jadi, jangan terlalu cepat kesel, membenci, membentak, apalagi marah-marah. Ini memang susah, saya juga sedang belajar untuk melakukannya.
Sering kali, setelah perpisahan terjadi, kita baru menyadari betapa banyaknya hal yang tidak atau lupa kita kerjakan ketika kebersamaan itu masih ada di depan mata, dalam level yang sangat penuh. Berkaca dari itu, belajarlah.
Hidup itu cuma sekali. Hidup itu nggak abadi.
Katanya, yang abadi itu cuma kenangan. Tempat yang dulu indah, mungkin sekarang jadi pemancing air mata. Orang yang dulu selalu ada di rumah, mungkin hari ini dan seterusnya nggak lagi ada. Cerita yang dulu lucu, mungkin sekarang malah bikin haru karena yang biasa ngelucu udah nggak ada. Yang nggak berubah, yah kenangan. Karena kenangan abadi, simpan selalu kenangan dengan mereka. Biar mereka menjadi abadi, walau hanya dalam ingatan.
*
Saya baru menyelesaikan serial After Life di Netflix. Serial ini bercerita tentang Tony (Ricky Gervais), yang baru kehilangan istrinya yang meninggal dunia karena kanker. Sejak istrinya meninggal, hidup Tony berubah, begitu pun kepribadiannya. Yang tadinya lucu jadi kasar, suka marah-marah, hingga Tony kepikiran untuk bunuh diri. Perpisahan dengan istrinya menjadi hal yang sangat sulit ia terima, membuat ia melakukan hal-hal di luar logika.
Namun, satu persatu kejadian dan pertemuan, membuat Tony berpikir ulang tentang hidup, tentang dirinya, dan tentang orang lain.
Saya suka banget film ini. Komedi satir, tapi penuh filosofi, menurut saya. Coba nonton deh untuk kamu yang sedang mencoba berdamai dengan perpisahan. Banyak pesan-pesan baik tentang bagaimana sebaiknya kita memandang hidup pasca perpisahan. (Soundtracknya bagus-bagus pun).
Kita tahu, perpisahan terakhir, nggak pernah betul-betul jadi berita perpisahan terakhir. Jadi, ingat, lakukan yang baik selagi bisa. Kalau kita tidak bisa mencegah datangnya perpisahan, paling enggak kita bisa menghadapi perpisahan selanjutnya dengan: “untung gue udah…”, bukan sebaliknya.
Terakhir, jadilah baik untuk sekeliling kita, baik lingkungan maupun manusia, baik yang kita kenal maupun tidak. Hargai waktu, hargai kesempatan, hargai sesama, karena nggak ada ruginya kok jadi orang baik, paling enggak sebelum kita berpisah.
🙂
mrspassionfruit
Aku nonton ini juga, sukaaaa. Terus jadi baper kalo pasangan meninggal gmn ya, apakah aku akan spt Tony 🙁
vinnydubidu
Iyaa Mba. Nyes bener yaa tiap adegan Tony liat laptop.
Ristra Russilahiba
Saya bisa “relate” sama pengalaman Mba tentang “kehilangan orang-orang yang kita cintai dalam hidup”, persis banget malah. Bisa ngerti gimana sedihnya ditinggal sama orang tua sendiri 😦 Sedihnya setengah mati.
vinnydubidu
Iya Ristra. Sedihnya ya nggak ketulungan. 🙂