All Vinny  

New Normal

Hari ini, pesan baru beredar di Whatsapp Group. (Kecepatan pesan di grup Whatsapp ini semacam detikcom jaman dulu. Cepat, belum tentu tepat). Intinya, tentang New Normal. Industri mana yang akan bertahan, industri apa yang akan empot-empotan, Endingnya tentu pesan soal gimana pembaca wajib siap-siap dan tetap bertahan di tengah situasi begini. Kira-kira kamu pasti tau maksud saya. :).

Baca berita itu, bikin saya sedikit ketar-ketir. Urusan industri yang terkena dampak atau tidak, mungkin tidak memberi dampak langsung ke saya. Tapi ada beberapa hal yang bikin saya kayaknya nggak siap dengan “new normal”.

Pertama, soal travelling. Ini bukan maksudnya travelling jalan-jalan aja. Naik kereta, bis, pesawat, ke kota lain, juga termasuk. Bayangin, bagaimana “new normal” akan membuat aktivitas ini berubah. Naik turun bis mesti pake hand sanitizer. Jajanan di kereta mungkin berkurang. Kursi di pesawat jadi selang-seling. Naik moda transportasi umum apapun, bakalan bikin was-was.

Kedua, nongkrong. Gimana kabar kebiasaan nongkrong dengan new normal. Apalagi, untuk orang Indonesia, atau warga di manapun yang suka ngumpul, arisan, ngobrol dengan genknya di cafe, restoran, taman, atau di mana aja. Termasuk saya. Saya ingat tahun lalu ada tren warung kopi murah di Banjarmasin. Tempatnya besar, outdoor, makanannya murah. Bener-bener tempat nongkrong anak muda. Warung kopi ini ruame terus tiap malam. Sampe-sampe, dia punya sekitar 3 cabang di beberapa area di kota.

Dengan new normal, apa kabar nongkrong? Mejanya dijarak-jarakin? Duduknya jauh-jauhan? Asbak di meja, mungkin akan bersanding dengan hand sanitizer. Itupun kalau pemilik tempat nongkrongnya nggak pelit. Kalau iya, mungkin disiapin satu botol aja di dekat meja kasir. Lalu, yang nongkrong, pada pakai masker. Kalau mau foto sebelum bubaran, baru maskernya dilepas. Belum siap ngebayanginnya.

Terakhir, soal makan. Semua pasti pernah merasa sangat terbantu dengan kehadiran ojek online yang bisa nganterin makanan apapun, kapanpun, dari manapun. Salah satu pesan Whatsapp itu juga menuliskan soal gimana orang sekarang sebaiknya jaga-jaga kalau makan. Sarannya, jangan jajan. Kabarnya, ada juga negara yang warganya semakin memilih jadi vegetarian atau menghindari daging. Mungkin, sayur dianggap bisa lebih menjaga badan dari sebaran virus.

Kalau saran itu dikerjakan, berarti tiap hari kita wajib makan di rumah? Jajanan di luar harus dikurangin? Saya masih sering malem-malem tiba-tiba pengen makan martabak telur, nasi kotak Wong Solo, kadang bakso. Gimana ceritanya bisa nggak jajan di luar dan jadi vegetarian?

Yang saya sebut di atas belum termasuk dampaknya dengan pekerja di bidang itu, atau semua yang terlibat di dalamnya. Belum juga berbagai kebiasaan hidup lain yang disebut-sebut akan berubah karena new normal ini. Minggu lalu, kewajiban pakai masker seharian waktu kerja pun sudah mulai bikin saya ‘huff’. Sungguh nggak kebayang.

Sebenernya orang pertama yang panik pas baca pesan Whatsapp itu adalah ibu saya. Pas Ibu curhat di grup keluarga, saya yang cuma baca kalimat awal pesan berantai itu, langsung japri ke beliau. “Nggak usah khawatir sama pesan itu. Lagian, apa sih isi pesan itu yang bikin panik. Tenang aja, mak”.

Eh, sorenya gantian saya yang kepikiran. Pantesan ibu saya panik. Ternyata memang mengerikan setelah dibaca ulang. Maap ya, Bu. :).

Kamu gimana dengan “new normal”? Menurut saya, new normal ini sebenernya nggak bisa dibilang normal. Cuma jadi sebutan jargon aja untuk menenangkan kita semua atas situasi nggak normal yang dinormal-normalkan.

Saya sangat nggak siap sih disuruh hidup dengan new normal. Mungkin, belum. Masih besar harapan saya supaya yang terjadi adalah normal tanpa embel-embel baru atau lama. Saya masih sangat berharap kehidupan bisa kembali normal karena antivirus Covid telah ditemukan dan disebarluaskan. Normal karena nggak ada lagi istilah ODP, PDP, OTG. Normal karena kita semua bisa berkegiatan, betul-betul dengan normal. Beneran udah mustahil ya?

9 thoughts on “New Normal

  1. Ditaa

    Iya, Vin. I’m a hugger. Aku ga siap hidup di dunia yang ga bisa peluk-peluk 🙁

    1. vinnydubidu

      Iya aku pun. Ga siap meja makan di coffee shop lebarnya jadi 1,5 meter. :(. *pelukjauh

  2. Ira

    aku pun baru baca pesan berantai di wa soal ini Vin….yang mana emang ga pernah terbayangkan. Sampai hari ini pun aku termasuk yang masih suka ngegojekin makanan karena bosan dan malas masak di rumah.
    Tapi….sejujurnya aku masih berharap apa yang terjadi di Australi khususnya Sydney biisa terjadi juga di Indonesia. Mereka udah berangsur-angsur normal, sekolah mulai buka seperti biasa, mereka jalan ga perlu pakai masker, dan bisa berkumpul walaupun tetap dibatasin 10 orang. Semoga….semoga…..

    1. vinnydubidu

      Semoga ya, Ira. Tapi ini urusannya terkait dengan banyak sekali pihak. Jadi, kita cuman bisa berharap aja. Sambil tetap jaga-jaga sendiri. Sabar yaa.

      1. Ira

        Iya Vinny….semoga yangn terbaik yah ini.

  3. Encah (@akhirepisodepop)

    Bagian jajan nih yang paling kerasa gak jajan lagi dari mamang2 pinggir jalan tiap beli snack di minimarket aja dicuci dulu sama bungkusnya

    1. vinnydubidu

      Iya Ncep. Apa kabar cilok depan kantor lama ya? Masih jualan nggak ya Bapaknya? =|

  4. Ferry Hariyanto

    menurut saya tetap ada positifnya sih dengan new normal ini, misalnya minimarket2, warkop2, warung2 dan toko2 yang ada di pinggir jalan jadi menyiapkan tampat cuci tangan loh… hehehe.

    1. vinnydubidu

      Bener juga ya. Makin banyak yang nyiapin tempat cuci tangan. Hitung-hitung orang makin aware sama kebersihan ya.

Leave A Comment