
Rekap 2020

Jleb!
2020 kelar begitu aja. Memes pun bermunculan di internet. Mulai dari gambar 3 bulan berurut ke bawah dimulai dari Januari, hitam, lalu langsung Desember. Atau meme dengan ekspresi wajah perempuan/laki-laki yang tampak frustasi di bulan setelah Maret sampai seterusnya, hingga bulan Desember. Intinya, tahun ini suram, ‘gelap’, susah dibawa ketawa.
Tahun 2020.
Tentunya tahun ini akan jadi tahun paling tidak terlupakan bagi siapapun, usia berapapun, warga negara belahan dunia manapun. Tahun yang akan jadi sejarah selama kita hidup. Tahun yang.. ah sudahlah. Kamu pasti punya deskripsi sendiri tentang tahun ini.
Tapi, seperti prinsip hidup yang selalu perlu kita pegang; hidup akan terus berjalan. Life goes on. Maka, tahun ini pastinya nggak melulu soal ketidakbaikan. Harusnya, ada juga hal-hal baik yang terjadi selama 9 atau 12 bulan terakhir ini.
Ini versi saya.
Tahun belajar
Serius bener sih. Haha. Nggak juga sih. Belajar di sini, sebenernya hal-hal mudah, yang mungkin untuk orang lain, udah jadi makanan sehari-hari. Apa lagi kalau bukan belajar bikin kue dan masak! Kalau saya sih, jelas jadi korban ‘latah’ dari postingan yang seliweran soal masak dan bikin kue.
Selain masak, saya juga mendapatkan pelajaran serius lain soal finansial. Basic banget kalau yang ini, karena saya sempat ikut kelas QM Financial. Kalau ini, korban Twitter. Membayangkan usia yang semakin bertambah, nggak ada salahnya menyiapkan diri untuk menata finansial di kala single (iya topik itu yang saya ambil haha). Nggak langsung jadi jago dan siap berinvestasi. Tapi lumayan untuk nambah pengetahuan dan belajar ilmu baru.
Pelajaran lain adalah nulis dan public speaking. Tahun ini adalah tahun dimana saya paling aktif ikut kelas dan workshop. Di samping kelas finansial, saya sempat ikut (virtual) kelas 3 kelas public speaking, dan 3 kelas menulis. Cocok kan kalau dibilang tahun 2020 ini tahun belajar.
Tahun konsisten
Ok, ini juga serius rupanya. Satu hal yang juga terjadi tahun ini adalah soal konsistensi. Beberapa mungkin sudah tau, saya dan Mba Noni bikin podcast bareng, Podcast Single & Married. Berawal dari yang tadinya pengen bikin sesuatu yang barengan, podcast ini pun berhasil kami update setiap minggu, dan sudah memasuki minggu-29 (waktu tulisan ini dibuat!).
29 minggu = 7 bulan.
Percayalah, nggak setiap minggu kami semangat rekaman, khususnya saya. Haha. Beberapa minggu lalu, saya sempat mau angkat tangan. Tapi, Mba Noni mengacuhkan curhatan saya. Jadi, tetap lanjut deh! Ada juga minggu yang kami kehabisan topik. Tapi lagi-lagi, demi mempertahankan janji “postingan baru setiap minggu”, kami tetap rekaman / Zoom-an setiap Kamis / Jumat sore. Dan yang jadi berkah, beberapa teman yang sempat kami ajak ngobrol, masih tetap bersedia untuk kami ajak ngobrol. Maka dari itu, untuk kamu semua yang masih rajin dengerin kami dan masih bersedia kami ajak ngobrol, terima kasih banyak. Terima kasih!
Selain podcast, baru tahun ini juga saya bisa menjalankan tantangan 30 hari yang banyak itu. Pertama, 30 hari yoga bareng Mba Adrienne. Kedua, 30 hari menulis bareng Aji dan Mira. kalau kamu pernah merasakan, memaksakan diri untuk bisa olahraga 20 menit itu nggak mudah. Harus nulis tiap hari juga susah. Makanya, 30 hari saya itu sebenernya ya kadang 32 atau 35 hari. Karena ada bolong-bolongnya. Maka dari itu, saya menghargai diri saya sendiri karena bisa menyelesaikan tantangan itu dengan bulat.
(Podcast saya sendiri masih tersendat-sendat. Semoga setelah melihat postingan #2020wrapped Spotify orang-orang dan tulisan ini, saya rajin kembali!)
Tahun harapan & doa
Iya, saudara. Semakin serius!
3 hari lalu, saya nonton film “Toko Barang Mantan”, yang diperankan Reza Rahardian dan Marsha Timothy. Di salah satu adegan, Reza berkata, “Cincin (dari mantan) ini bukan simbol penderitaan, melainkan simbol harapan dan doa”.
Wow, bukankah tahun 2020 adalah tentang harapan dan doa?
Kalau setiap kali sembahyang, saya perlu isi buku absensi, maka tahun ini saya akan punya absensi sembahyang terbanyak, dari sepanjang perjalanan saya beragama. Mungkin kamu juga.
Semua ketidakpastian di tahun ini membuat saya memilih untuk lebih banyak berharap dan berdoa, bahwa semua akan segera baik. Tapi kan nggak mungkin secepat itu, Vin. Vaksinnya kan masih lama, belum tentu aman, nggak tau kapan bisa kita terima…. Ya, ya betul! Hidup 9 bulan dengan rasa khawatir, was-was, nggak bisa berharap dan berencana, membuat saya merasa ‘kenyang’ dengan masalah dan rasa khawatir. Mungkin secara aktual, hidup saya terbilang baik, dibandingkan dengan yang lain. Tapi, saya nggak bisa mengabaikan rasa khawatir yang sering muncul. Sebab, apapun situasi kamu, saya yakin kita semua pernah merasa putus asa dengan tahun ini, dalam skala kita masing-masing.
Intinya, menderita adalah sesuatu yang ‘lazim’ kita rasakan, di tahun 2020 ini.
Tapi, saya tau, merasa menderita nggak bikin hidup saya lebih baik. Makanya, saya mengambil pilihan untuk terus berharap dan berdoa saja, agar semua jadi lebih baik.
Hasilnya? Ada. Beberapa hal tampak membaik. Tapi apakah pasti baik? Tentu saja belum tentu. Ingat, ketidakpastian adalah pemandangan paling nyata yang bisa kita alami. Cuman, nggak ada salahnya terus berharap. Nggak ada ruginya, nggak perlu bayar.
Kalau ternyata harapan dan kenyataan nantinya berkata lain, 2020 ini toh sudah ‘memaksa‘ kita untuk menjalani 9 bulan kenyataan yang jelas tidak sesuai dengan harapan. Jadi, sekiranya kita dihadapkan pada jilid putus harapan yang selanjutnya, harusnya kita jauh lebih siap dan lebih kuat.
Harusnya…
Tapi, balik lagi. Ada kuncian satu lagi. Doa. Yang satu ini, konon bisa berperan untuk menjaga harapan kita agar tetap baik, dan ada.