
Mulai Lagi
HAI!
Apa kabar?
Bulan ini tepat 1 tahun saya tinggal di Amerika. Rasanya, campur-campur. Ada keseruan karena semua serba baru, ada kebingungan karena banyak yang tidak pernah saya ketahui sebelumnya, ada sedih karena banyak yang ditinggalkan, dan harus dimulai kembali dari nol.
Banyak kegiatan di alam terbuka, mulai dari jalan kaki, sepedaan, hiking, main tenis, adalah beberapa keseruan yang saya nikmati selama di sini. Sebenarnya hal yang sama bisa dilakukan di Indonesia. Cuman ya tentunya di Indonesia, jalan-jalan di mol, pergi nonton di bioskop, nongkrong di cafe, rasanya lebih menarik ketimbang jalan panas-panasan di taman. Berada di tengah situasi keluarga yang baru, juga jadi keseruan yang tidak bisa dilupakan. Dengan segala perbedaan latar belakang dan budaya, ternyata berada di tengah-tengah lingkungan baru yang hangat, terbuka, senang memeluk, sangat menenangkan perasaan. Keseruan ini… menyenangkan!
Soal kebingungan, juga banyak terjadi. Memprogram ulang otak dan gerak motorik saya dengan setiran di sebelah kiri dan mengubah semua persepsi ruang menjadi kebalikannya dari cara mengemudi di Indonesia, adalah kebingungan yang masih terjadi sampai saat ini. Di luar itu, saya juga sering kagok dengan cara menyapa orang, cara melanjutkan diskusi (yang katanya penuh basa-basi), sampai bingung cara menyudahi pembicaraan. Bagian berkomunikasi ini sebenarnya yang paling membingungkan untuk saya, namun juga sekaligus sering membuat saya kagum.
Beberapa waktu lalu saya ketemu seseorang yang berkomentar “Oh Indonesia itu yang banyak monyetnya, kan?”, setelah saya menjawab pertanyaan dia tentang dari mana saya berasal. Maksud hati ingin menjelaskan pun saya urungkan karena kebetulan dia adalah seorang anak berkebutuhan khusus. Berbicara tentang ‘berkebutuhan khusus’ atau ‘special needs’, saya juga punya kesan tersendiri tentang tempat ini. Komunitas atau orang-orang di sini sangat terbiasa dan terbuka dalam menghadapi dan berinteraksi dengan mereka yang berkebutuhan khusus, di level yang menurut saya mengagumkan. Mereka diperlakukan seperti orang yang tidak berkebutuhan khusus, atau ya orang biasa. Hal ini menurut saya sangat keren. Secara medis, tentu ada hal atau tindakan yang perlu diperhatikan sangat menghadapi mereka yang berkebutuhan khusus. Tapi di luar itu, orang-orang akan berkomunikasi dan berinteraksi seperti biasa, tanpa ada pembedaan, tanpa ada keseganan, tanpa ada keraguan. Kemampuan berkomunikasi dengan dengan siapa saja dengan santai dan luwes, bahkan seringkali terkesan tulus, adalah hal yang sering membuat saya iri dan pengen!
Terakhir, soal kesedihan. Proses meninggalkan dan memulai kembali, tidak pernah menyenangkan. Paling tidak untuk saya. Meninggalkan kehadiran keluarga asal, kota asal, teman-teman, adalah paket yang perlu diserahkan, untuk memulai hidup baru ini. Keberadaan mereka perlu digantikan, untuk bisa bertahan hidup. Untuk saya, mencari teman baru adalah hal tersulit. Apalagi, saya punya ketergantungan yang cukup tinggi dengan teman, bahkan kadang lebih dari keluarga. Mencari titik nol-nya saja, sudah menantang. Apakah harus masuk komunitas? Apa harus segera bekerja? Apa harus sering ramah dan menyapa tetangga? Kalau itu tidak terjadi, apakah artinya saya tidak akan punya teman? Pertanyaan ini masih terus berputar di kepala.
Setelah 1 tahun, saya baru menyadari dan menerima kenyataan bahwa ada keterbatasan untuk mempertahankan interaksi dengan teman (di kota asal), yang mungkin murni karena alasan logistik. Menyamakan jarak, waktu, dan intensi berkomunikasi, bukan hal mudah. Butuh komitmen yang sangat tinggi, dan banyak pengorbanan. Sampai di sini, mungkin ada yang berujar dalam hati “makanya LDR nggak mudah”. Memang betul, membina dan mempertahankan hubungan bukan hal mudah, apalagi kalau jauh. Jika hanya salah satu pihak yang ingin, hubungan itu tidak akan terjaga. Atau, jika tidak ada kesepakatan atau penyesuaian dari kedua belah pihak, interaksi pun akan luntur perlahan.
Kepindahan mengubah banyak hal. Situasi yang tidak terpisahkan dengan pilihan untuk memulai kehidupan baru. Ritme hidup, situasi, cerita, dan rangkaian hal yang sulit dijabarkan. Satu-satunya pilihan adalah bertahan. Bertahan untuk tidak terbuai dengan kesedihan dan kesepian, dan terus melanjutkan perjalanan ke tempat baru.
Dari sana, cerita baru pun bisa dimulai kembali. Dengan kita, sebagai penulis tunggalnya.



Ira
Vinny…….di sana kerja/kuliah kah? Senang sekali dengar kabarmu
Vinny
Kerja, Ira. Tapi belum. Tepatnya lagi cari kerjaaa. Duh kangen ya ngobrol2 lagii! :’)
Ira
iyaaa…kangen banget ngobrol-ngobrol lagiii. Semoga segera dapet kerja yaaa
Lorraine
Wah Vin, ngga terasa udah setahun ya di sana. Seneng bacanya kamu settle di situ. Aku masih inget beberapa kali aku ngobrol sama kamu & Noni untuk podcast kalian.
Vinny
Hai, Mba Yoyen! Iya nggak terasa juga udah setahun. Kangen deh ngobrol sama Mba Yo dan Mba Noni juga. Mudah2an bisa ada kesempatan lagi ya. Aku kangen liat Mba Yo share resep2 lagi. Hihi.